FOTO SLIDE

/> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> / /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> / /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> /> />

Menu

Senin, 16 Januari 2017

Sejarah Desa Ginggangtani

Desa Ginggangtani terdiri dari 4 dukuh, yaitu Dukuh Krajan, Dukuh Tempel, Dukuh Ginggangsantri, dan Dukuh Kembanggading. Desa ini berbatasan dengan Desa Ngroto di daerah barat, Desa Jekerto di daerah utara, Desa Temurejo di daerah timur, dan Desa Glapan di daerah selatan.
Sebagai suatu daerah, Desa Ginggangtani mempunyai sejarah tersendiri mengenai bagaimana ia berdiri. Sejarah yang beredar di tengah masyarakat ini selanjutnya diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menjadi legenda.
Tiap–tiap dukuh mempunyai sejarah tersendiri. Dimulai dari Dukuh Krajan, Dukuh Krajan dalam arti bahasa jawa dalah kerajaan/keprabon (kromo) yang artinya ‘Negara kang kabawah ing raja’,‘ Deso kang dienggoni ing Lurah’, dan ‘ Pakarangan gadhulan marang abdi dalem’. Di Dukuh Krajan terdapat rupa bumi buatan “Masjid Baitul Izzah” yang didirikan pada tahun 1881. Masjid ini terbuat dari kayu jati oleh leluhur yang pada waktu itu letaknya di pinggir sungai, agar jamaahnya dapat berwudhu di sungai. Tokoh pendirinya yaitu Simbah Kyai Hasyim dan Simbah Kyai Nahrowi Hasyim.
Dukuh yang kedua adalah Dukuh Tempel. Dukuh Tempel yang tadinya berupa kali/sungai yang menjorok/lengkok, secara alami sungai itu dapat lurus sendiri. Bekas lekukan yang sudah menjadi daratan itu akhirnya ditinggali oleh penduduk secara turun temurun dan masuk ke dalam wilayah Desa  Ginggangtani. Tokoh pendiri dukuh ini adalah Simbah Sukarlan 81 tahun sesepuh atau ketua RW 02.
Dukuh selanjutnya adalah Dukuh Ginggangsantri. Di wilayah Dukuh Ginggangsantri terdapat bangunan cagar budaya “MASJID  DARUSSALAM” yang didirikan pada tahun 1838. Masjid Darussalam dibangun dengan material kayu jati yang sampai sekarang masih terjaga/baik/antik  karena tiang sokonya  dibuat bulat welon dan tinggi kira2 8 meter. Masjid dibangun dipinggir Kali Tuntang agar jamaahnya dapat berwudlu/bersuci dikali/sungai (karena jaman dulu belum ada kulah/tempat wudlu/padasan). Masjid “DARUSSALAM” mempunyai arti Alam kesejahteraan (akhirat), Alam/negeri  yang aman, Surga yang ke-7 (Bahasa Arab). Pendirinya adalah Simbah Kyai Khodami, Simbah Kyai Sajad, Simbah Kyai H, Nahrowi Ali, Simbah Kyai Masyhuri, Simbah Kyai H, Muntaha, Kyai  H. Ichwan Ali (semua sudah al-marhum) KH.Zuhri Wafa Muntaha al-hafidz (Penerus rois Kaum).
Lalu yang terakhir adalah Dukuh Kembanggading. Di Dukuh ini terdapat rupa bumi buatan “MASJID  BAITUL MAKMUR” yang didirikan pada tahun 1968. Pada waktu itu masjid digunakan sebagai tempat istirahat para penjaga hutan/mandor hutan. Masjid “BAITUL MAKMUR“ yang mempunyai arti banyak hasil, banyak penduduk dan sejahtera, serba kecukupan, tidak kekurangan. Keistimewaan Dukuh Kembanggading yang kedua adalah adanya SENDANG  MULYO, artinya  tempat sumber air sebagai  sumber penghidupan di wilayah Kembanggading baik di musim hujan /kemarau. Tokoh pendiri dari Dukuh Kembanggading adalah Simbah Kyai Abdul Qodir, Simbah Kyai  Hasyim, Simbah Kyai Yahman.
Demikian sedikit cerita sejarah dari Desa Ginggangtani ini.

            


2 komentar:

  1. Bagus....
    Makasih ,
    Sejarahnya kurang detail....
    Kalo bisa sejarah mulai sosok yang babat tanah tunggang...

    BalasHapus
  2. Ralat...
    Yang babat tanah ginggang

    BalasHapus